Hi Sahabat Floq, pernah nggak sih kamu ngerasa deg-degan tiap buka aplikasi trading gara-gara harga Bitcoin tiba-tiba naik 20% atau malah anjlok 30% dalam sehari? Nah, itulah yang dinamakan volatilitas, atau bahasa sederhananya: fluktuasi harga crypto yang bisa berubah drastis dalam waktu sangat singkat. Tapi, sebenarnya seberapa beda sih fluktuasi ini dibandingkan dengan aset tradisional seperti saham, obligasi, atau emas? Yuk, kita bedah bersama supaya kamu bisa lebih paham dan nggak asal ikut-ikutan pasar aja, karena memahami perbedaan karakteristik setiap jenis investasi itu penting banget untuk membangun strategi keuangan yang sehat.
Apa Itu Volatilitas dalam Dunia Investasi?
Volatilitas adalah ukuran seberapa besar harga suatu aset bisa berubah dalam periode waktu tertentu. Makin tinggi volatilitas, makin besar juga risiko (dan potensi profit) yang harus kamu hadapi dalam aktivitas trading maupun investasi jangka panjang. Misalnya, jika harga suatu aset sering berubah naik turun secara signifikan, maka dikatakan aset tersebut memiliki volatilitas tinggi.
Volatilitas bisa dipicu oleh berbagai faktor, seperti berita ekonomi, kebijakan pemerintah, kondisi geopolitik, bahkan cuitan dari tokoh publik seperti Elon Musk. Dalam konteks investasi, terutama buat kamu yang baru memulai, penting banget memahami bahwa volatilitas adalah bagian tak terpisahkan dari pasar, baik pasar crypto maupun pasar aset konvensional.
Volatilitas Crypto: Roller Coaster Tanpa Sabuk Pengaman
Kamu mungkin udah sering lihat betapa dramatisnya pergerakan harga crypto, terutama Bitcoin dan altcoin seperti Ethereum, Solana, Dogecoin, dan sejenisnya. Dalam satu malam, harga bisa melonjak drastis atau justru terjun bebas ke titik support berikutnya, bahkan tanpa alasan yang jelas.
Kenapa sih bisa kayak gini? Banyak faktor yang berperan dalam menciptakan volatilitas tinggi pada aset crypto:
- Pasar masih baru dan belum stabil: Dunia crypto masih dalam fase perkembangan awal. Seperti anak muda yang lagi cari jati diri, pasar ini masih mudah dipengaruhi sentimen jangka pendek dan belum punya pijakan yang kuat secara fundamental.
- Kurangnya regulasi ketat: Karena masih berada di wilayah yang "abu-abu" dalam hal hukum dan regulasi, banyak investor institusi besar yang belum berani masuk. Hal ini membuka ruang besar bagi spekulasi dan manipulasi pasar oleh whale atau investor besar.
- Partisipan ritel dominan: Sebagian besar investor crypto adalah individu, bukan institusi. Ini menyebabkan pasar sangat rentan terhadap FOMO (Fear of Missing Out) dan panic sell yang bisa memicu lonjakan atau penurunan harga secara drastis.
- Volume perdagangan yang kecil: Beberapa altcoin punya volume perdagangan harian yang rendah. Dalam kondisi ini, satu transaksi besar dari satu wallet saja bisa bikin grafik harga bergerak tajam.
Sebagai contoh nyata, di bulan November 2021, Bitcoin sempat menyentuh harga puncak sekitar $69.000. Namun hanya dalam waktu kurang dari setahun, harganya jeblok ke bawah $30.000. Ini menunjukkan betapa cepatnya perubahan tren harga crypto yang bisa membuat investor panik jika tidak siap secara mental maupun strategi.
Volatilitas Aset Tradisional: Lebih Stabil, Tapi Bukan Tanpa Risiko
Sekarang, bandingkan dengan saham, obligasi, atau logam mulia seperti emas. Meskipun mereka juga mengalami fluktuasi harga, tetapi pergerakannya jauh lebih landai dan cenderung terprediksi jika dibandingkan dengan aset digital seperti cryptocurrency. Dalam pasar saham misalnya, pergerakan harian umumnya berada di kisaran 1-3%, dan sangat jarang kita melihat saham bluechip naik atau turun lebih dari 10% dalam satu hari.
Kenapa Aset Tradisional Lebih Stabil?
- Pasar sudah matang dan mapan: Pasar seperti saham dan obligasi sudah ada sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu. Sistem dan infrastrukturnya sudah sangat berkembang dan diawasi oleh otoritas keuangan resmi.
- Faktor fundamental lebih dominan: Harga saham umumnya bergerak berdasarkan kinerja perusahaan, laporan keuangan kuartalan, dan prospek industri. Hal ini membuat pergerakan harga lebih rasional.
- Likuiditas tinggi: Saham-saham besar seperti Apple, Google, Tesla, dan BCA di Indonesia punya volume transaksi yang sangat tinggi, sehingga tidak mudah digerakkan oleh satu dua investor besar.
- Intervensi pemerintah: Dalam pasar obligasi, pemerintah sering kali ikut campur untuk menjaga stabilitas ekonomi, termasuk mengatur suku bunga dan melakukan intervensi pasar uang.
Jadi buat kamu yang lebih nyaman dengan risiko rendah, aset tradisional seperti saham dan emas bisa jadi pilihan investasi yang lebih tenang, terutama untuk membangun portofolio jangka panjang.
Crypto vs Aset Tradisional: Head-to-Head Volatilitas
Volatilitas merupakan salah satu indikator utama dalam menilai tingkat risiko dan potensi imbal hasil suatu aset, dan ketika kita membandingkan crypto dengan aset tradisional, perbedaannya cukup mencolok. Bitcoin, sebagai pionir dalam dunia cryptocurrency, memiliki volatilitas harian yang berkisar antara 4 hingga 10 persen. Angka ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sentimen pasar dan berita global.
Sementara itu, altcoin seperti Ethereum (ETH), Solana (SOL), dan lainnya menunjukkan volatilitas yang lebih tinggi lagi, mencapai 5 hingga 15 persen per hari, yang dipicu oleh perkembangan teknologi baru, hype komunitas, serta peluncuran proyek-proyek inovatif. Di sisi lain, saham memiliki volatilitas yang relatif lebih rendah, yakni sekitar 1 hingga 3 persen, dan pergerakannya umumnya dipengaruhi oleh laporan keuangan perusahaan dan kebijakan suku bunga.
Aset tradisional lainnya seperti emas dan obligasi menunjukkan stabilitas yang jauh lebih tinggi; emas hanya mengalami volatilitas sekitar 0,5 hingga 1,5 persen, dipicu oleh faktor-faktor seperti inflasi dan ketegangan geopolitik, sementara obligasi bahkan lebih stabil dengan volatilitas kurang dari 1 persen yang lebih dipengaruhi oleh tingkat suku bunga dan peringkat kredit. Dari data ini, jelas bahwa aset crypto memiliki volatilitas jauh lebih tinggi dibandingkan aset tradisional, mencerminkan tingkat risiko yang besar.
Namun demikian, volatilitas yang tinggi dalam aset kripto juga menciptakan potensi imbal hasil yang signifikan. Aspek ini sering menjadi perhatian dalam analisis pasar karena dapat memberikan peluang maupun risiko yang besar. Meskipun terdapat risiko yang perlu dikelola dengan hati-hati, karakteristik ini menjadikan aset kripto sebagai salah satu instrumen yang menarik untuk diamati dalam konteks diversifikasi portofolio atau strategi investasi tertentu.
Mana yang Lebih Cocok untuk Kamu?
Nah, pertanyaan besarnya sekarang: “Kamu lebih cocok yang mana nih, Sahabat Floq?”
Pilihan investasi yang sesuai sangat bergantung pada profil risiko, tujuan keuangan, dan pengetahuan kamu soal pasar.
Kalau kamu tipe agresif:
Crypto bisa jadi pilihan menarik karena peluang pertumbuhan nilai asetnya yang luar biasa besar. Tapi kamu harus siap mental dan punya kemampuan membaca pasar, serta sanggup mengelola risiko dengan tepat. Strategi seperti analisis teknikal dan manajemen portofolio sangat krusial di sini.
Kalau kamu lebih konservatif:
Saham dan emas bisa jadi pilihan yang lebih menenangkan. Kamu tetap bisa mendapatkan pertumbuhan nilai yang stabil seiring waktu, tanpa harus terlalu sering memantau grafik atau cemas tiap kali pasar mengalami koreksi.
Diversifikasi itu kunci
Kenapa nggak dua-duanya? Misalnya, kamu bisa mengalokasikan 70% portofolio kamu ke saham dan emas sebagai aset aman, sementara sisanya ke crypto sebagai aset berisiko tinggi. Ini bisa memberi keseimbangan antara pertumbuhan dan perlindungan aset kamu.
Tips Menghadapi Volatilitas: Jangan Panik, Pahami Strategi
- Pakai uang dingin: Gunakan dana yang tidak akan kamu butuhkan dalam waktu dekat. Hindari menggunakan dana darurat atau uang kebutuhan harian untuk investasi.
- Atur target cuan dan cut loss: Tentukan sejak awal kapan kamu akan mengambil untung atau berhenti untuk menghindari kerugian yang lebih besar.
- Jangan FOMO: Riset dulu sebelum ikut tren. Ingat, pasar yang ramai belum tentu menjanjikan keuntungan.
- Gunakan dollar-cost averaging (DCA): Strategi ini sangat membantu untuk meredam efek fluktuasi, karena kamu beli secara bertahap dan tidak terpaku pada harga tertentu.
Pilih Sesuai Gaya Investasimu
Sahabat Floq, volatilitas crypto memang ekstrem, tapi justru di situlah letak daya tariknya bagi investor yang berani ambil risiko tinggi. Sebaliknya, aset tradisional seperti saham dan emas menawarkan kestabilan yang cocok buat kamu yang lebih suka pendekatan jangka panjang dan minim stres.
Yang terpenting adalah kamu kenali dulu diri kamu sendiri. Apakah kamu termasuk investor yang agresif atau konservatif? Setelah itu, barulah kamu bisa menyusun strategi yang sesuai. Jangan asal ikut tren, tapi pahami risiko dan potensi dari setiap instrumen yang kamu pilih.
Semoga artikel ini bisa bantu kamu mengambil keputusan investasi yang lebih cerdas dan percaya diri. Yuk bagikan ke teman-temanmu supaya makin banyak orang melek investasi!
Biar kamu bisa ambil keputusan investasi yang lebih tenang, entah itu di pasar crypto yang naik-turun ekstrem atau aset tradisional yang lebih kalem, Floq hadir jadi partner andalanmu. Dengan tampilan yang simpel, fitur analisis harga, notifikasi real-time, dan edukasi interaktif, kamu bisa atur strategi sesuai gaya investasimu. Nggak perlu jadi ahli dulu, yang penting mulai dari aplikasi yang tepat.
Download aplikasi Floq sekarang dan rasain sendiri pengalaman investasi yang lebih cerdas, aman, dan cocok buat kamu yang baru mulai!